Reog Bulkiyo, Diciptakan oleh para Prajurit Diponegoro
Penulis ditwdb -Oktober 30, 201902606
Reog Bulkiyo merupakan kesenian tradisional Blitar yang konon diciptakan oleh para prajurit Diponegoro sekitar tahun 1825. Pada masa itu kesenian Reog Bulkiyo merupakan media untuk latihan perang, namun seiring perkembangan zaman kesenian tersebut berfungsi sebagai sarana ritual, hiburan dan seni pertunjukan.
Reog Bulkiyo adalah salah satu jenis kesenian tradisional bernafaskan Islam dimana para penari diiringi sepuluh alat musik yang terdiri dari terbang, sronen (terompet), kempul, kenong dan bende. Reog Bulkiyo berkembang di Blitar karena pelarian pengikut Pangeran Diponegoro setelah kalah perang. Meskipun kalah mereka masih memiliki semangat untuk melawan penjajah. Karena itu gerak-gerak utamanya memang hanya merupakan perang-perangan saja.
Pada mulanya kesenian ini dibawa Kasan Mustar dan Kasan Ilyas. Mereka adalah prajurit Pangeran Diponegoro yang berasal dari Bagelen Jawa Tengah. Perpindahannya ke Blitar sebagai upaya penyelamatan dari penangkapan pasukan Belanda. Sambil menunggu kejelasan kabar kelanjutan perjuangan mereka mengasah kemampuan dalam berperang melalui gerakan-gerakan tari. Gerakan-gerakan keprajuritan itulah yang disebut dengan kesenian Reog Bulkiyo. Kasan Muhtar dan ketujuh prajurit Diponegoro lainnya membuat tarian prajurit yang terinspirasi kisah kenabian dari kitab Al Anbiyun. Kisah Bukiyo tersebut diadaptasi dan digambarkan dalam gerakan-gerakan peperangan.
Setelah Kasan Mustar dan Kasan Ilyas wafat Reog Bulkiyo diteruskan oleh Samat Kasri, dilanjutkan kepada Jasman. Dari sini Reog Bulkiyo baru diwariskan kepada Supangi yang menjadi pimpinan Reog Bulkiyo. Namun Maret 2016, Supangi meninggal dunia dalam usia 80-an tahun. Saat ini pimpinan Reog Bulkiyo dipimpin Marjadi, keponakan Supangi. Dengan demikian Reog Bulkiyo sudah diturunkan kepada 5 (lima) generasi. Urutan lima generasi ini tidak selalu berupa pewarisan dari bapak ke anak, namun masih dalam satu kekerabatan keluarga. Seperti halnya Supangi yang menerima warisan Reog Bulkiyo dari pamannya, Jasman.
Anggota Reog Bulkiyo yang berjumlah 22 orang sekarang ini sebagian besar masih kerabat Supangi dan hanya ada 1 (satu) kelompok saja yaitu di Desa Kemloko RT. 03 RW. 01 Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Menurut para pelaku seni kesenian Reog Bulkiyo, hingga saat ini pola gerak serta musik pengiring Reog Bulkiyo masih memiliki pola yang sama dengan penciptaan pertamanya pada tahun 1825. Para pelaku seni Reog Bulkiyo tetap berusaha mempertahankan keaslian bentuk kesenian tersebut, busana yang digunakan tetap memiliki makna yang sama. Namun, kesenian Reog Bulkiyo tidak lagi digunakan sebagai latihan berperang.
Bentuk penyajian kesenian Reog Bulkiyo tidak mengalami banyak perubahan sejak tahun 1897. Pada tahun 1897 kesenian tersebut mulai berfungsi sebagai ritual dan seni hiburan. Kabul (94) sebagai mantan seniman kesenian Reog Bulkiyo mengungkapkan bahwa “Kesenian ini dari awal penciptaannya tetap begitu, tidak dirubah-rubah geraknya, kalau sepatu dan jarik itu hanya tambahan.” Supangi (Alm) pernah mengungkapkan hal yang sama, bahwa kesenian Reog Bulkiyo tidak mengalami perubahan bentuk, beliau mengajarkan tari Reog Bulkiyo sesuai dengan yang telah diajarkan oleh kakeknya yakni Mustar.
Bentuk penyajian kesenian Reog Bulkiyo dimulai dengan dibunyikan kempul (jur) dengan nada 2 slendro, kempul nada 1 slendro dan kenong dengan nada 6 slendro. Setelah instrumen tersebut dibunyikan, para penari melakukan sembahan yang ditujukan kepada para penonton. Penari sebanyak 9 orang terdiri dari pangarep dua orang, prajurit yang terdiri dari 6 orang dan seorang plandhang atau wasit. Pangarep merupakan tokoh yang akan berperang, dengan menggunakan bérang sebagai senjata. Kesenian ini menceritakan kisah peperangan antara Islam dan kaum kafir.
Kesenian Reog Bulkiyo menggunakan properti berupa bérang, sejenis pisau berukuran besar terbuat dari besi dan jika kedua bérang bersentuhan mengeluarkan percikan-percikan api. Selain itu bendera panji bergambar Hanoman dan Dasamuka, sebagai lambang putih dan merah, mewakili makna kebaikan dan kejahatan, yang dibawa dan digunakan sebagai properti menari oleh plandhang atau wasit
Keenam prajurit Reog Bulkiyo, selain menari, juga memainkan alat musik rebana thrinting, terbang gendhung telu, terbang gleyoan, 2 buah terbang gae, pecer dan Slompret. Instrumen musik tersebut dibunyikan dari awal menari, setelah melakukan sembah nganten hingga akhir pertunjukan.
Kesenian ini dapat beradaptasi sesuai perkembangan zaman, ketika masa peperangan digunakan sebagai media latihan berperang, setelah peperangan usai memiliki fungsi sebagai ritual, dan mulai tahun 2009 kesenian tersebut memiliki fungsi sebagai seni hiburan dan seni pertunjukan.
Penyebutan nama Bulkiyo ini berasal dari nama anak tunggal yang disayangi, dari Raja Mesir yang bernama Hudad. Dia pergi ke Negara Rum untuk mencari seorang bernama Muhammad. Pencarian ini bermula dari keheranan sekaligus kekagumannya pada nama Muhammad sebagai utusan Tuhan di muka bumi. Dalam proses pencarian ke Negara Rum ini sedang terlibat dalam peperangan antara kerajaan islam dan kerajaan kafir, karena diserang Raja Karung Kolo bersama Patihnya yang bernama Becu. Mereka berdua mengendarai seekor burung yang bernama Gergesi. Lalu Bulkiyo bersama temannya, Bagindo Lawe dan Ismaun membantu Negara Rum melawan Karung Kolo dengan naik burung Biayak. Terjadilah peperangan di angkasa Bulkiyo dan Karung Kolo beserta pengikut-pengikutnya. Pada awal peperangan terjadilah kesalah pahaman sehingga bukannya musuh yang dipanah melainkan temannya sendiri, akhirnya Bulkiyo dinasehati oleh Malaikat Jibril untuk memakai janur kuning di kepala sebagai penanda agar tidak salah sasaran, diakhir peperangan akhirnya Bulkiyo tampil sebagai pemenang.
Usai peperangan Kerajaan Rum yang didukung Bulkiyo akan membantu dalam menemukan tempat dimana Muhammad berada. Ternyata, setelah sampai di tempat keberadaan Muhammad dikisahkan bahwasanya Muhammad belum lahir. Di sini kisah dari Reog Bulkiyo berakhir.
Ada beberapa Fungsi yang terkandung dalam Kesenian Reog Bulkiyo, dimana masing-masing fungsi juga merupakan bagian dalam prosesi yang ada dalam Upacara Adat/ Ritual tersebut, yaitu :
a. Fungsi Sosial, yaitu : nilai kekeluargaan dan kegotongroyongan sangat tinggi dalam masyarakat, nilai ini tercermin pada saat pelaksanaan. Pementasan Kesenian Reog Bulkiyo dan dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan, yang merupakan simbol kerukunan antar umat beragama;
b. Fungsi Upacara yaitu : seni dalam pelaksanaan upacara mengandung arti bahwa kesenian khususnya seni tari mempunyai peranan penting yaitu untuk menambah suasana magis dan sakral, seperti dalam suatu acara yang terkait dengan upacara kelahiran anak, khitanan, perkawinan, panen padi dan bayar nadzar;
c. Fungsi Hiburan yaitu : seni pertunjukan mengandung arti bahwa kesenian tersebut lebih menekankan pada pemberian kepuasan dan diselenggarakan sebagai pelengkap pesta, perayaan hari besar atau acara-acara tertentu;
d. Fungsi Pertunjukan atau Tontonan dimana seni pertunjukan mengandung pengertian untuk mempertunjukkan sesuatu yang bernilai seni untuk menarik perhatian penonton, namun kesenian yang dipertunjukkan dalam karnaval, penyambutan tamu adalah kesenian tradisional yang tidak bisa dilepaskan dengan mitos dan ritual
Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201900981
Nama Karya Budaya :Reog Bulkiyo
Provinsi :Jawa Timur
Domain :Seni Pertunjukan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda
0 komentar:
Posting Komentar